Saturday, March 27, 2010

Little Love Story, Chapter 1 - First Meeting

Chapter 1 - First Meeting


Hari Jumat di Oozora Gakuen, lebih tepatnya saat pelajaran terakhir, yakni pelajaran Bahasa Inggris dimulai di kelas 1-B. Seorang anak perempuan berambut coklat berlari di koridor sekolah. Sepertinya ia telat masuk ke kelas. Ekspresi wajahnya terlihat tenang, tapi sebenarnya ia takut dihukum karena sudah telat masuk ke kelas.

Saat ia berlari di koridor, tanpa sadar ia telah menabrak seorang anak laki-laki. “Ah… Maaf.” Ucapnya meminta maaf kepada anak laki-laki itu karena sudah menabraknya. Anak perempuan itu kemudian langsung berlari lagi menuju kelasnya, tanpa sadar ia menjatuhkan sesuatu, handphonenya.

Anak laki-laki itu hanya bisa melihat anak perempuan yang menabraknya berlari menuju kelasnya. Ia melihat sesuatu di lantai, “Handphone ini… Sepertinya milik anak itu…” Pikirnya, mengambil dan menyimpan handphone yang dijatuhkan anak perempuan tadi, berniat mengembalikannya kalau bertemu dengannya lagi.

Kelas 1-B, pelajaran Bahasa Inggris sepertina sudah dimulai. Anak perempuan berambut coklat itu akhirnya berhenti di depan pintu kelas, keas 1-B. Terlihat dari wajah anak perempuan itu kalau ia berniat tidak masuk kelas. Walau begitu ia mengurungkan niatnya untuk membolos.

Anak itu membuka pintu kelas secara perlahan, “Sorry for being late sensei…” Ucapnya dengan perasaan agak takut mendapat hukuman dari gurunya itu. “Ah… Good ‘morning’ Kujo-kun.” Guru Bahasa Inggrisnya membalas, dengan nada sedikit ditekankan di kata ‘morning’ dan juga dengan wajah malaikatnya tapi dengan senyum iblis.

Anak perempuan berambut coklat yang dipanggil dengan nama keluarganya, yakni Kujo, melihat ekspresi wajah gurunya. Hanya ada satu orang yang bernama keluarga Kujo, yaitu seorang gadis bernama lengkap Avaron Kujo. Ia pun semakin ingin membolos pelajaran Bahasa Inggrisnya. Tapi sudah telat untuk membolos karena ia sudah masuk ke kelas. Dengan perasaan kecewa karena sudah masuk ke kelas, pun berjalan ke tempat duduknya, barisan kedua dari depan dan tepat di samping jendela.

Avaron menghela nafas, berakhir mengikuti pelajaran Bahasa Inggrisnya. “Lebih baik aku membolos saja tadi…” Pikirnya, mengeluarkan alat-alat tulisnya dan menaruhnya di atas meja. Kemudian ia mencari sesuatu di saku roknya. “Eh… Tunggu… Handphoneku..” Pikirnya cemas karena tidak bisa menemukan handphonenya di saku roknya. “Sepertinya terjatuh saat bertabrakkan dengan orang tadi.” Pikirnya lagi, dengan perasaan cemas mengenai handphonenya, Avaron mengikuti pelajaran Bahasa Inggris itu, berharap pelajaran tersebut cepat selesai, tapi sepertinya 120 menit atau 2 jam itu terasa lama sekali untuk Avaron.

2 jam berlalu, Avaron sepertinya sudah hampir tidak bernyawa karena mengikuti pelajaran Bahasa Inggris dengan gurunya yang bisa dibilang ‘Iblis dalam wujud Malaikat’ dan juga dengan perasaan cemas dengan handphonenya yang hilang.

“Akhirnya… Selesai juga…” Gumamnya, memasukkan alat-alat tulisnya ke dalam tas, dan bergegas keluar dari kelas dengan niat mencari orang yang ditabraknya tadi karena ia menduga orang yang ditabraknya pasti mengambil dan menyimpan handphonenya. “Tunggu…” Avaron berhenti di koridor, “Ciri-ciri orang yang tadi kutabrak seperti apa ya…?” Pikirnya, tidak ingat cirri-ciri orang yang tadi ditabraknya. “Bagaimana aku bisa mencari orang itu kalau aku sendiri tidak ingat cirri-cirinya??!” Pikir Avaron, ia pun menjadi semakin cemas. Avaron akhirnya memutuskan untuk pergi ke kamarnya di asrama.

Sesampainya di kamarnya, Avaron melihat ada teman sekamarnya yang berpenampilan seperti laki-laki. “…..” Ia diam saja, tidak menyapa teman sekamarnya itu. Avaron hanya menaruh tasnya dan mengganti seragam yang dipakainya dengan pakaian untuk pergi jalan-jalan. Ia berniat untuk keluar lagi, hendak mencari orang yang ditabraknya tadi, tapi dimana? Akhirnya Avaron memutuskan untuk mencari udara segar dahulu di dekat sungai, berharap bertemu dengan orang tadi di jalan.

Avaron pergi ke sungai untuk mencari udara segar, ia masih berharap bertemu dengan orang yang ditabraknya tadi di jalan. Tapi sepertinya ia tidak bertemu dengan orangnya. Bagaimana mau bertemu, cirri-ciri orangnya saja ia tidak tahu. Benar-benar tidak ada harapan.

River side, sungai mengalir dengan tenang, dan sepertinya tempat itu sangat tenang. Avaron pada akhirnya tidak bertemu dengan orang yang ditabraknya tadi. Ia menghela nafas, berjalan ke pinggir sungai, melihat ke arah sungai itu. “Pada akhirnya aku tidak bertemu dengan orang tadi… Bagaimana mau bertemu? Ciri-ciri orangnya saja aku tidak tahu…” Pikirnya sedikit kecewa.

Sementara di sisi lain, sepertinya seseorang bari saja sampai di sungai itu. Seorang laki-laki berambut hitam, ia memegang sesuatu di tangan kanannya, seperti sebuah handphone. Laki-laki itu melihat kea rah Avaron, seperti pernah melihat Avaron sebelumnya. “Ah… Bukankah dia…?” Gumamnya, melihat handphone yang dipegangnya.

Anak laki-laki itu berjalan mendekati Avaron. “Mm… Maaf…” Ucapnya secara tiba-tiba di belakang Avaron.

Avaron yang mendengar itu langsung kaget karena ada suara yang sepertinya memanggilnya dari belakang. Ia otomatis berbalik ke belakang, melihat siapa yang memanggilnya. Tapi karena sedikit tidak hati-hati, ia hampir jatuh ke sungai. Anak laki-laki itu langsung memegang tangan Avaron dengan tangan kirinya dan menarik Avaron agar ia tidak jatuh ke sungai. Tapi sepertinya aksi anal laki-laki itu berakhir menjadi seperti sebuah pelukan.

Wajah Avaron langsung memerah. Ia lalu mendorong anak laki-laki itu. “Em… T-terima kasih…” Ucapnya, berterima kasih dengan malu dan juga dengan wajah yang masih memerah, tidak berani melihat wajah orang yang sudah menolongnya itu.

“Ya… Sama-sama.” Anak laki-laki itu membalas dengan singkat. Kemudian ia memperlihatkan handphone yang dipegangnya, “Apa ini milikmu?” Tanyanya.

Avaron melihat handphone yang ada di tangan anak laki-laki itu. Ia terkejut dengan handphone yang ia lihat, “Ah… Itu… Handphoneku!!” Ucapnya berteriak, langsung mengambil handphonenya yang tadi ada di tangan anak laki-laki itu. “Um… Terima kasih…..” Ucapnya lagi, berterima kasih.

“Sama-sama.” Anak laki-laki itu membalas dengan singkat, lagi. “Sepertinya aku pernah melihatmu di kelas.”

“Ah… Ya… Sepertinya kita sekelas.” Avaron membalas, menyimpan handphonenya di saku celananya. “Tidak baik kalau tidak mengetahui nama teman sekelas.” Ucap Avaron dengan senyum. “Namaku Avaron, Avaron Kujo.” Tambahnya, memberitahukan namanya.

“Namaku Kaze, Kaze Fujisaki. Panggil saja Kaze.” Anak laki-laki berambut hitam itu membalas. Kaze Fujisaki, jadi itu nama orang yang tadi Avaron tabrak saat berlari ke kelas karena sudah terlambat masuk kelas.

“Ah… Kaze-kun.” Gumam Avaron dengan senyumnya. “Maaf sudah menabrakmu tadi…” Avaron meminta maaf atas kejadian tadi di koridor.

“Ya… Tidak apa-apa.” Kaze membalas dengan singkat.

“Mungkin… Kita bisa menjadi teman.” Ucap Avaron tiba-tiba. Baru kali ini ia berkata seperti itu kepada orang lain, apalagi orang yang baru saja dikenalnya.

“Teman? Boleh saja.” Kaze membalas dengan singkat, menerima tawaran Avaron untuk menjadi teman. “Atau mungkin bisa menjadi lebih dari sekadar teman…” Ucapnya pelan, hampir tidak bisa didengar orang lain.

“He? Apa kau bilang? Aku tidak dengar.” Avaron bertanya dengan nada dan ekspresi wajah yang polos.

Kaze yang melihat itu langsung reflex berkata, “Ah… T-tidak… Bukan apa-apa..” Agar Avaron tidak curiga dengan apa yang baru saja ia katakan.

“Oh… Kalau begitu… Aku pergi dulu ya. See ya Kaze-kun” Avaron pergi dari sungai, dengan wajah yang kelihatannya agak memerah karena kejadian yang baru saja terjadi saat ia hampir jatuh di sungai itu.

“…..” Kaze tidak sempat membalas ucapan Avaron karena Avaron langsung pergi begitu saja. Ia menghela nafas, “Aneh… Tapi menarik juga.” Pikirnya.

- To Be Continued

0 comments:

Post a Comment

Pages